Minggu, 03 Mei 2009

JANGAN "NGAMBEK" BERKEPANJANGAN TERHADAP ORANG YANG DIKASIHI.

Cerita yg Luar biasa, cerita yang mungkin sering terjadi dilanjutkan

dengan adanya EGO yang KUAT diantara keduanya. Sehingga tidak terpikir

jalan keluar

 

JANGAN "NGAMBEK" BERKEPANJANGAN TERHADAP ORANG YANG DIKASIHI.

 

Bagi yg sudah pernah baca, luangkan waktu untuk baca sekali lagi

Ini adalah cerita sebenarnya ( diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh

Lian Shu Xiang )

 

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah

tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,tetapi

segalanya sudah terlambat. Membawa nenek utk tinggal bersama

menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah menghianati ikrar

cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan

suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .

 

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya

harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga

tamat kuliah.

Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar

yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga

dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar

matahari,tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat

saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata

:"Mari,kita jemput nenek di kampung".

 

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke

dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana.. Aku

seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan

kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka

tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar

sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati

saat-saat seperti itu.

 

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah

dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata

kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga

tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu, rumah dengan

bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih

gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa:

"Ibu, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga."

 

Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil

membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga

bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil

menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia

selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia

selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil

berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong.Jangan katakan harga yang

sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

 

Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan

sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki

masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah

nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek

selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan

sendok, itulah cara dia protes.

 

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku

sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun

pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di

dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia

suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa

untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong

plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua

kumpulan kantong plastik.

 

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan

pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali

lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang

mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting

pintu dan menangis.Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur

seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak

perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil

berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan pring itu

bisa membuatmu mati?"

 

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup lama, suasana

mejadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak

pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap

pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu

kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan

lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku,

seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?

Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli

makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu

di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga

kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata

tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku..Dan dia

akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama

kami setiap pagi.."Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg serba

canggung itu.

 

Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu

perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar

semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku

segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat

suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar

mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan

berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa

bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!.

Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku,

nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh..suamiku

segera mengejarnya keluar rumah.

 

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.

Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku.

Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah

banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual

dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang

kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:"Lu

Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil pemeriksaan menyatakan aku

sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah

berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek

sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

 

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia

berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu

tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke

arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya

penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku

sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku

ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan

berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku

minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi

air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman ini berakibat

sangat buruk?

 

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi,

memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan

sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang membuka laci, aku

menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang

mengambil uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin tanpa

berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu.

Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg

sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta

dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.

 

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan

masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi

mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg

melihatku dengan wajah bingung..."Ibunya pak direktur baru saja mengalami

kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka

lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, nenek sudah

meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang

jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam

hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"

Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa

denganku,

jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian.

 

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek

berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku

mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak

melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru

mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku

tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,

jika........ ......dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.

 

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan

penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah tetapi juga

merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua

ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera

mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah

menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya

walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat.Kami

hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang

makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

 

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui keremangan lampu

dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita

didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku

tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan

berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak

menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus

berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan segera hendak

berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku

dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jangtungku

terasa sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

 

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak..

mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka.

Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yang

telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga

sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang

sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar.

Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak

ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk

menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak terjadi..... ...., semua berlalu

begitu saja.

 

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang diri. Setiap

kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati

ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi

ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan

miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku tidak

bersalah.

 

"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia duduk didepan ruang tamu.

Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja,

tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2 bulan hidup sendiri, aku

sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata

kepadanya:"" Tunggu sebentar, aku akan segera menanda tanganinya"" .Dia

melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata

pada diri sendiri, jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa

sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

 

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia

memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku

menanda tangani surat itu dan menyodorkan kepadanya."" Lu Di, kamu

hamil?"" Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara

kepadaku.. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg menglir keluar

dengan derasnya. Aku menjawab:""Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah

boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling

berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air

matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di lubuk hatiku, semua

sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa diambil kembali.

"Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:"Maafkan

aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak

bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan.Cinta

diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah

akibat kesengajaan darinya.

 

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak

akan pernah kembali.Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan

untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah

menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah

pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menanda tangani

surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap

tidak berbekas.

 

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera

berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari,

terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak

perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli

padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan

bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa

terbahak-bahak. Dia lupa........ , itu adalah dulu, saat cintaku masih

membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

 

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang

sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang

perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk

anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan

barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak

bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari

kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia

lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku

itu bukan lagi suatu masalah.

 

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku

berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk ke kamar,

sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu

olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit.

Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat

dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera

digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku

terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi

yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

 

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh

kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit

aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia

memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil

tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku

dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku

berteriak histeris memanggil namanya.

 

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya...aku

pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya,

tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit

saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium

mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah

mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata

dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi

perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar

nenek lalu menyalakan komputer.

 

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku

masih berpikir dia sedang bersandiwara. ...Sebuah surat yg sangat panjang

ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami."Anakku, demi dirimu

aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku

tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan

kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi

ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah

mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup

yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.

"""Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup

selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia

sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan adalah

orang yg paling ayah cintai"".

 

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA

sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga

menulis sebuah surat untukku.""Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg

paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku

tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan

bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis

sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih

atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya

kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah

tertulis semua tahun pemberian padanya""."

 

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong

anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang,

bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan

kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya".Dengan susah payah dia

membuka matanya, tersenyum... ......... ...anak itu tetap dalam dekapannya,

dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah.

Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di

tangan sambil berurai air mata........ ......... ...

 

Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar kita semua

bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat ini air mata kalian

sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab sehabis menangis, ingatlah

pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg mengganjal di hati diantara

kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah jangan simpan didalam

hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan: Jika

kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan menyesali semua hal

yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita ucapkan? Sebelum segalanya

menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita lakukan sebelum

kita menyesalinya seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar